Friday, April 12, 2013

Hati-hatilah dengan Filsafat Kosong dan Palsu

"Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kol. 2:8)

Hati-hatilah dengan filsafat kosong dan palsu. Mungkin kita sering mendengar ujaran ini digunakan untuk menegur atau menghalangi seseorang dari buku-buku filsafat yang dianggap membahayakan iman. Baca Alkitab saja, jangan buku-buku filsafat, demikian biasanya nasehat itu terdengar.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan 'filsafat kosong dan palsu' di sini? Penulis memang tidak menyebutkannya secara eksplisit, tetapi ada indikator-indikator yang dapat membuka kemungkinan tafsir:

1. Sumber filsafat kosong dan palsu ini, yaitu "ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia" berantitesis dengan Kristus.
2. "Roh-roh dunia" adalah terjemahan dari ta stoicheia tou kosmou. Kata stoicheia memang terdengar seperti 'Stoa', menggoda kita untuk berpikir bahwa penulis merujuk pada filsafat Stoa. Tetapi stoicheia dalam Alkitab biasa diterjemahkan sebagai unsur-unsur/elemen-elemen, atau bahkan struktur-struktur!
3. Ayat 15, puncak argumentasi penulis dalam paragraf himbauan berhati-hati ini mengoposisikan total Kristus dengan pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dunia:

"(pada kayu salib) Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka."

Di atas kayu salib, Kristus yang ditelanjangi dan dipermalukan sesungguhnya justru melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dunia, dan menjadikan mereka tontonan umum dalam parade kemenangan-Nya. Lewat ketersalibannya, Kristus mengungkap borok abadi penguasa: viktimisasi atau produksi korban.

Inilah 'filsafat kosong dan palsu' itu: ideologi yang bekerja menurut struktur-struktur dunia, yaitu ideologi pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dunia yang adalah oposisi mutlak dari Kristus yang tersalib!

Apa ideologi penguasa dunia hari ini? Apa lagi kalau bukan kapitalisme, imperialisme, neoliberalisme, dan turunan-turunannya. Ideologi pendukung tatanan yang tak henti-hentinya memproduksi korban lewat mekanisme eksploitasi dan penindasan. Dalam tulisan yang lalu telah disinggung kebijakan-kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang berciri imperial. Pertanyaannya, mengapa Amerika Serikat menjadi negara imperialis? Karena tuntutan alami dari sistem kapitalisme! Kontradiksi-kontradiksi internal dalam tubuh kapitalisme yang membawa pada kehancurannya bisa ditunda efektivitasnya lewat perluasan kekuasaan. Dengan penguasaan atas negara-negara lain, masalah keterbatasan bahan produksi serta peningkatan tuntutan buruh dapat teratasi. Sumber daya alam negara lain dieksploitasi bebas atau dengan ongkos murah, pabrik-pabrik tempat kerja kasar dilakukan dipindah ke negara-negara dunia ketiga, di mana upah buruh jauh lebih murah (dengan dukungan pemerintah boneka). Benarlah analisis Lenin di tahun 1907, bahwa alasan nubuat Marx mengenai krisis kapitalisme belum tergenapi adalah karena sistem kapitalisme dalam negara-negara industri maju di Barat telah memperbarui daya-daya pendukungnya lewat ekspansi ke negara-negara yang belum terlalu berkembang: dengan kata lain, lewat imperialisme. Analisis yang sama sering disuarakan oleh Soekarno, bahwa sesungguhnya imperialisme adalah anak kandung kapitalisme, dan karena itu, revolusi Indonesia tidak boleh berhenti hanya pada perjuangan melawan imperialisme, melainkan harus juga menjadi perjuangan untuk menumbangkan kapitalisme.

Kalau hari ini banyak orang tidak lagi melihat problem moral-sosial kapitalisme, menganggapnya normal atau alami, melihatnya sebagai suatu keniscayaan, berhenti memikirkan solusi alternatif atau berpuas dengan cara pragmatis (capitalism with a human face), ini pertanda kuat bahwa ideologi penguasa dunia ini sedang bekerja dengan begitu hebatnya!

No comments:

Post a Comment